DENPASAR, lintasbali.com – Persoalan yang menimpa keluarga besar Jero Kepisah hingga saat ini belum mendapat penyelesaian maupun tidak menemukan titik terang. Berbagai upaya sudah dilakukan Jero Kepisah agar lahan seluas kurang lebih 8 hektar di Subak Kredung, Desa Pedungan, Kecamatan Denpasar Selatan tidak dirampas oleh oknum mafia tanah. Tanah seluas 8 hektar tersebut merupakan tanah warisan dan hingga saat ini dikuasai secara turun-temurun oleh A. A Ngurah Oka selaku ahli waris dari alm I Gusti Gede Raka Ampug alias Gusti Ampug alias Gusti Raka Ampug.
Salah satu upaya yang ditempuh A.A. Ngurah Oka yaitu membuat pengayoman hukum dan mengirimkannya ke sejumlah lembaga maupun instansi seperti Kapolda Bali beserta jajarannya, Pangdam IX Udayana beserta jajarannya hingga ke Kapolri dan Presiden Republik Indonesia. Dan pada akhirnya, kasus ini mendapatkan atensi dari Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Seperti yang disampaikan Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Bali Kombes Pol. Roy Hutton Marulamrata Sihombing saat diwawancarai usai pelaksanaan refleksi akhir tahun Polda Bali di Denpasar pada Kamis, 29 Desember 2022. Kombes Pol. Roy Hutton Marulamrata Sihombing menyampaikan kasus Jero Kepisah saat ini masih terus bergulir.
Roy Hutton menyampaikan bahwa Kasus Jero Kepisah masih berjalan sesuai tahapan dan prosedur mulai dari Dumas (Pengaduan Masyarakat), proses penyelidikan, proses penyidikan dan pada akhirnya baru diketahui apakah kasus ini bisa naik atau ditutup.
“Pihak-pihak yang ingin cepat tentu bertentangan dengan kinerja penyelidikan, penyidikan yang akurat, profesional dan berkeadilan. Terkait tentang pemalsuan silsilah sudah banyak saksi diperiksa termasuk saksi ahli, karena banyaknya perbedaan yang ada. Kami bertanggung jawab penuh terhadap laporan dumas yang dilaporkan kepada kami,” kata Roy Hutton.
Disatu sisi, keluarga ahli waris Jero Kepisah A.A. Ngurah Oka merasa tertekan dan dibuat kebingungan di usia tuanya saat ini. Dimana tanah warisan yang diwariskan oleh orang tuanya justru diklaim oleh oknum (EW) yang tidak ada hubungannya dengan keluarganya. Bahkan dikatakan nama EW tidak ada dalam silsilah keluarga Jero Kepisah. Inilah yang membuat keluarga Jero Kepisah tidak habis pikir mengapa pihak kepolisian malah memperdalam kasus ini padahal jika mau dilihat dari silsilah keluarga, EW yang mengaku memiliki hak atas lahan itu tidak ada hubungan darah dengan Jero Kepisah. Lokasi Jero Kepisah dan tempat tinggal EW tersebut sangatlah jauh beda Desa.
Hal tersebut disampaikan A.A. Ngurah Oka saat ditemui di Denpasar pada hari Jumat, 30 Desember 2022. Dirinya yang saat itu didampingi kuasa hukumnya Putu Harry Suandana Putra, SH., MH menyampaikan rasa tidak nyaman dan tidak tenang karena dipanggil terus menerus oleh pihak penyidik untuk dimintai keterangan. Kekecewaan sangat tergambar jelas di raut wajah A.A. Ngurah Oka yang menyampaikan diperiksa penyidik Polda Bali dari pukul 10.00 pagi hingga pukul 19.00 malam.
“Kemarin (Rabu, 28 Desember 2022) saya dipanggil dan diperiksa dari jam 10 pagi hingga jam 7 malam. Pertanyaannya seputar tanah itu saja. Sudah berapa kali saya jelaskan kalau tanah itu tanah warisan orang tua dan oknum yang mengaku memiliki hak atas tanah itu tidak ada hubungannya dengan keluarga Jero Kepisah. Coba saja tanya warga sekitar maupun aparat desa setempat. Bisa tanya penggarap maupun Kepala Desa,” tegas A.A. Ngurah Oka.
Sementara itu, Putu Harry Suandana Putra, SH., MH kuasa hukum dari A.A. Ngurah Oka selaku ahli waris Jero Kepisah menyampaikan agar pihak kepolisian dalam hal ini penyidik Ditreskrimsus Polda Bali bersikap objektif, transparan dan presisi sebagaimana instruksi Kapolri.
“Kami prihatin, jangan sampai aparat negara, dalam hal ini kepolisian dimanfaatkan oleh oknum mafia tanah untuk menekan rakyat agar takut dan akhirnya menyerahkan tanahnya,” kata Putu Harry Suardana.
Lebih lanjut Harry Suandana menambahkan, salah satu yang terpenting dalam kasus ini adalah penguasaan lahan. Dirinya menyebut, barangsiapa yang menempati dan menguasai tanah lebih dari 20 tahun berturut-turut, dibuktikan dengan ada persetujuan kepala lingkungan atau siapapun yang berwenang, maka dapat diajukan sertifikat atas namanya.
“Itu sudah jelas. Jika memang merasa memiliki hak atas tanah tersebut, harusnya oknum yang bersangkutan sejak zaman dulu menggugat tanah tersebut. Kenapa setelah berpuluh-puluh tahun kemudian baru dipermasalahkan kepemilikan tanah tersebut. Leluhur dari klien kami kan saat itu masih hidup, kenapa baru sekarang dipersoalkan. Ini aneh sekali,” tegas Harry Suandana.
Harry Suandana juga menyampaikan jika sebelumnya pada tahun 2015, oknum tersebut didampingi beberapa mediator pernah mendatangi kliennya dengan menunjukkan dokumen bukti atas kepemilikan tanah tersebut sesuai versinya. Oknum tersebut meminta tanah 8 hektar itu dibagi menjadi 40 persen untuk Jero Kepisah, 40 persen untuk dirinya dan 20 persen untuk para mediator yang mendampinginya.
“Orang ini datang meminta bagian tanah. Disaksikan oleh keluarga klien kami, orang itu mengancam, jika tidak diberikan, akan mempidanakan klien kami. Dengan jumawa dia bilang, akan mengkasuskan hal ini jika permintaannya itu tidak dipenuhi,” paparnya.
Karena merasa tidak ada hubungan keluarga dengan oknum tersebut, A.A. Ngurah Oka lantas menolak tawaran untuk membagi tanah warisan terebut. Atas dasar itulah kemudian kliennya dilaporkan atas kasus penyerobotan lahan dan pemalsuan silsilah.
“Klien kami saat itu sampai dijadikan tersangka atas laporan tersebut. Sampai akhirnya putusan sidang pra peradilan menyatakan penetapan tersangka klien kami itu tidak sah, dan memerintahkan agar penyidikan dihentikan atau SP3,” imbuhnya.
Sementara, terkait dugaan kriminalisasi terhadap keluarga Jero Kepisah, Kabid Propam (Profesi dan Pengamanan) Polda Bali, Kombes Pol Bambang Tertianto, yang diketahui saat ini dalam proses mutasi ke Mabes Polri, menanggapi normatif adanya dugaan tersebut.
“Kalau itu kan kasus yang khusus di reserse, kalau ditanyakan ke saya berarti harus ada laporan yang kita (Bid Propam) tangani. Jika ditemukan oknum penyidik yang seperti itu kita akan tangani,” katanya.
“Pertama tentunya akan ada proses penyelidikan yang dilakukan Paminal (Pengamanan Internal). Nanti akan terbukti apa disitu bisa disiplin, bisa kode etik. Kalau disiplin ditangani Provost (penegakan disiplin dan ketertiban). Kalau kode etik akan ditangani Wabprof (pertanggungjawaban profesi),” tandasnya.
Ditemui di tempat terpisah, Dr. I Ketut Wirawan, SH., M.Hum, ahli Hukum Adat Bali menyampaikan jika oknum yang mengaku memiliki hak atas tanah seluas 8 hektar di Subak Kredung, Pedungan apakah orang yang melapor ini punya legal standing untuk melapor. Seharusnya jika oknum pelapor ini memiliki legal standing untuk melapor, baru laporan itu diterima kepolisian dan penyidik.
“Kalau melapor soal tanah, dia harus menunjukkan bukti atas kepemilikan tanah tersebut. Dan pengajuan bukti-buktinya harus dilakukan dengan legal. Kalau sudah jelas legal standingnya, baru ajukan secara perdata dulu. Kemudian jika jelas secara perdata baru lanjut mekanisme selanjutnya,” kata Ketut Wirawan di Denpasar pada Sabtu, 31 Desember 2022.
“Oknum pelapor ini pertama harus memiliki legal standing yang jelas, kedua apakah memiliki keterkaitan dengan apa yang dilaporkan dan ketiga apa kerugian yang dialaminya. Yang dilaporkan ini harus jelas apakah itu tanah Desa, tanah Pura atau tanah milik pribadi perorangan, ini harus jelas. Apakah dia bisa membuktikannya. Itu jelas hukumnya di Bali,” imbuhnya.
Dr. Ketut Wirawan menambahkan, yang disebut warisan atau pewarisan sesuai hukum adat Bali adalah proses peralihan kewajiban dan hak (bukan hak dan kewajiban) dari satu generasi ke generasi berikutnya. Maka dari itu, siapa saja yang menjalankan kewajiban, itu saja yang menurutnya mendapatkan hak.
Khusus dalam kasus Jero Kepisah, dirinya mengatakan apakah oknum pelapor yang mengaku memiliki hak atas tanah tersebut pernah menunaikan kewajibannya yaitu pertama kewajiban terhadap orang tua, kedua kewajiban terhadap keluarga, ketiga kewajiban terhadap leluhur dan keempt kewajiban pemerajan (tempat suci). Jika kewajiban itu sudah dijalankan, baru dia mendapatkan hak waris. (AR)